Sejarah

Published on Tuesday, 16 September 2014 02:05

Pusat Kajian Sosial Budaya & Ekonomi (PKSBE) didirikan pada tahun 1996 atas gagasan beberapa orang staf pengajar Fakultas, waktu itu masih bernama Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), IKIP Padang. Gagasan awalnya sederhana saja. Pada tahun-tahun terakhir sebelum 1995 beberapa orang staf pengajar makin merasa perlu membentuk sebuah wadah yang cocok untuk meningkat mutu iklim akademik yang lebih sejalan dengan tuntutan perkembangan kelembagaan waktu itu. Sebagian di antara mereka yang baru kembali ke kampus setelah menamat studi lanjutan, sering mengadakan diskusi-diskusi kelompok kecil, antara lain membicarakan berbagai hal tentang kondisi akademik di fakultas. Mereka akhirnya sampai pada beberapa kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut.

 

Pertama, belum ada wadah komunikasi ilmiah antar-jurusan di fakultas (FPIPS) yang terdiri dari jurusan-jurusan: ekonomi, sejarah, PPKN dan geografi. Selama bertahun-tahun masing-masing jurusan tersebut cenderung sibuk dengan urusan rutin masing-masing, tetapi tidak ada wadah tempat di mana staf pengajar fakultas dapat berkumpul, berdialog, atau mendiskusikan pelbagai isu-isu akademik, kecuali hanya terbatas pada penyediaan kurikulum untuk mata-kuliah lintas jurusan di masing-masing jurusan. Lagi pula, sejauh ini tidak tersedia  ruang untuk saling bertemu guna peningkatan mutu akademik staf pengajar guna menopang misi Tri Dharma Perguruan Tinggi di tingkat fakultas.

 

Kedua, selama ini ada banyak tawaran penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang masuk ke fakultas, baik dari pemerintah daerah maupun dari Jakarta. Namun kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sejauh ini lebih banyak dikerjakan secara sendiri-sendiri atau oleh sekelompok orang dari jurusan tertentu. Akibatnya, beberapa di antara staf pengajar senior manfaatnya sebagai ”project” rutin yang digarap dalam suatu kelompok kecil yang solid tanpa mau berbagi pengalaman dengan yang lain. Cara penanganan penelitian dan kerja lapangan gaya ”proyek” seperti itu menimbulkan friksi-friksi yang kurang menguntungkan. Sebagian menganggapnya sebagai pembiaran terjadinya persekongkolan akademik oleh fakultas dan yang lain menilainya sebagai ’jatah singa’ (lion share), untuk menyebut privilege yang dimiliki oleh senior yang tak mungkin tersaingi. Kecenderungan ini agaknya juga berkaitan dengan fakta lain bahwa dana pengembangan akademik di jurusan dan fakultas amat terbatas. Lebih-lebih lagi jika dibandingkan dengan kondisi belakangan ini, di mana tersedia pelbagai macam program yang didanai oleh Dikti atau institut/ universitas sendiri.

 

Ketiga, pada pertangahan 1990-an fakultas secara bertahap mulai mampu menyediakan fasilitas ruang bagi staf pengajar secara terbatas. Lagi-lagi prioritas diberikan kepada staf pengajar senior di fakultas. Ini terutama dimaksudkan untuk meningkat kinerja staf pengajar dalam mewujudkan agenda Tri Dharma Perguruan Tinggi di tingkat fakultas. Namun seiring dengan perjalanan  waktu, banyak dari ruang yang disediakan itu pada kenyataannya sering kosong dan tidak digunakan secara penuh. Sementara itu staf pengajar muda (yunior) yang merasa kurang mendapat perhatian, tetapi memiliki idealisme untuk berbuat lebih banyak bagi pengembangan akademik fakultas, merasa tersisihkan dan bagi mereka tidak tersedia ruang bagi menyalurkan kegiatan mereka di luar tugas rutin.

 

Berangkat dengan latar belakang seperti itulah, gagasan untuk mendirikan sebuah pusat kajian ini muncul. Di situ membersit semangat pembarauan dari kalangan staf pengajar muda yang baru pulang sekolah dan mendapat dukungan dari pimpinan fakultas. Namun gagasan itu tidak mungkin diwujudkan kalau tidak didukung oleh fasilitas minimal, semisal ruang khusus untuk berkumpul, di samping dukungan dari staf pengajar senior. Waktu itu berkembang anggapan bahwa selama wadah yang dibayangkan itu tidak tersedia, maka nilai tambah yang diperoleh lewat kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat akan selalu cenderung dimonopoli oleh individu-individu staf senior dari jurusan tertentu saja. Mereka ini  secara kebetulan sudah memiliki saluran tetap dalam arti berlangganan untuk menggarap penelitian atau “proyek” pengabdian kepada masyarakat. Akibatnya kegiatan luar yang membawa nama fakultas, tidak terutama untuk memberdaya-kan lembaga fakultas di satu pihak dan proses pembelajaran bagi staf pengajar yuniornya di lain pihak. Sementara itu kebijakan fakultas untuk berpartisipasi dalam pengembangan akademik di luar lembaga masih lemah mengingat kesibukan dalam urusan administrasi internal lembaga yang masih membutuhkan perhatian lebih serius.

 

Selama tahun 1995 gagasan untuk mendirikan Pusat Kajian ini semakin mendapat dukungan luas, termasuk dari Prof. Imran Manan (alm), mantan Dekan FPIPS waktu itu. Ketika proposal pembentukan Pusat Kajian ini akhirnya diajukan secara resmi ke fakultas sebelum masa libur bulan Juli 1996, Bapak Dekan FPIPS waktu itu Dr. Mawardi Efendi, langsung menyambutnya dengan baik. Pada bulan Juli, dikeluarkan SK Dekan FPIPS No.962a/DT 37.H 4.FPIPS/C.9/1996. Itulah dasar legalitas Pusat Kajian sampai saat ini, yang diberi nama resmi Pusat Kajian Sosial-Budaya & Ekonomi (PKSBE).

 

Sejak itu PKSBE mulai berkoodinasi dengan jurusan-jurusan di fakultas dan para staf pengajarnya sebagai pihak-pihak terkait dengan pengembangan misi dan perogram PKSBE ke depan. Dalam hal ini ada empat bidang utama, yang mencakup kegiatan (i) Bidang Penelitian dan Pengambangan; (ii). Bidang Publikasi; (iii). Bidang Forum Ilmiah & Seminar; dan (iv). Kesektariatan dan Keuangan.

 

Kepala PKSBE sejak semula diusulkan nama Dr. Mestika Zed, termasuk salah seorang penggagas dan pendiri Pusat Kajian. Namun karena yang bersangkutan tengah mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke Amerika Serikat mengikut program Fulbrigth (bernama Visiting Scholars) 1996-1997, maka selama tahun pertama (1996), PKSBE dipercayakan kepada Dr. Abizar. Meskipun belum banyak yang dilakukan, wadah PKSBE sudah ada. Kini tinggal mengisinya. Setelah itu PKSBE mulai melanjutkan gagasan yang telah dibicarakan sebelumnya. Tahun-tahun pertama berdirinya, PKSBE lebih merupakan wadah tempat mengajak staf pengajar untuk terlibat dalam pembenahan/ penguatan kelembagaan (institusional capacity) lewat pengembangan sejumlah program yang mungkin. Sesuai dengan sifatnya, PKSBE merupakan sebuah lembaga pengkajian dan sekaligus pengabdian kepada masyarakat mengenai masalah-masalah sosio-budaya dan ekonomi, termasuk di antaranya isu-isu kebijakan publik.

 

Untuk itu maka PKSBE terus menerus mengajak keterlibatan staf pengajar fakultas untuk menyumbangkan fikiran dan keahlian mereka lewat kajian-kajian interdisipliner dalam rumpun disiplin ilmu-ilmu sosial dan ilmu budaya untuk membantu meramaikan kegaitan PKSBE yang disebutkan di atas. Dalam kenyatannya tidak mudah untuk mengajak orang-orang untuk terlibat pada Pusat Kajian yang baru didirikan ini. Selain berhadapan dengan tradisi lama yang masih kuat, yakni kebiasaan mengerjakan tugas rutin dengan hanya mengajar ― waktu itu berkembang ungkapan ”Palapabulog” [?], juga keterbatasan manpower yang mau mengerjakan sesuatu di luar tugas rutin seperti melakukan penelitian, menulis dan tugas pengabdian kepada masyarakat, baik berupa program pendampingan untuk kegiatan seperti community development, maupun menjadi instruktur untuk pealtihan para guru di sekolah.

 

PKSBE sadar bahwa upaya untuk membangun iklim akademik yang lebih sehat sejalan dengan tuntutan Tridharma PT memerlukan kesabaran, pendekatan human relationship dan skills tambahan yang selama ini cenderung diabaikan: penerbitan karya ilmiah. Tantangan ini secara pelan-pelan tapi pasti  dapat dijawab secara bertahap.

 

Tahun-tahun berikutnya, PKSBE mulai memantapkan dirinya dengan sejumlah agenda program yang semakin jelas dan reguler, terutama untuk kegiatan-kegiatan yang jarang dilakukan selama ini seperti  penerbitan Jurnal ilmiah PKSBE Tingkap, terbit pertama kali tahun 1997, diskusi buku dan penulsianbuku. Pada saat yang hampir bersamaan sejumlah kontrak penelitian dengan lembaga di luar universitas dilakukan. Tahun-tahun berikutnya PKSBE mulai semakin memperkokoh kedudukannya sebagai bagian dari institusi akademik fakultas yang bergerak di bidang riset dan pengabdian kepada masyarakat, termasuk advokasi masyarakat dan pemerintah dalam kebijakan publik dan bidang-bidang yang relevan dengan keahlian fakultas. Perkembangan ini makin dimungkinkan berkat munculnya gerakan Reformasi Mei 1998, di samping terjadinya perubahan kelembagaan di tingkat institut dan fakultas. Dalam hal ini khususnya perubahan nama IKIP menjadi Universitas Negeri Padang (UNP) berdasarkan Kepres No. 93 Tahun 1999.

 

Bersamaan dengan itu, terjadi pula perubahan penting. Antara lain perubahan nama fakultas dari FPIPS menjadi FIS (Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial). Ini sekaligus menandai peranan baru yang akan dimainkan oleh Fakultas dan PKSBE sebagai bagian dari lembaga akademik di fakultas. Begitu pula pembukaan program-program studi non-kependidikan atau ilmu-ilmu murni di fakultas, seperti antroplogi dan sosiologi dan ilmu pemerintahan; sebagian ataf pengajar di bidang ini ikut bergabung dan memperkuat kedudukan Pusat Kajian ini. Dari tahun ke tahun program PKSBE semakin padat dan makin banyak staf pengajar yang terlibat, datang dan pergi sesuai dengan irama kerja masing-masing (lihat lampiran program di belakang).

 

Tahun 2010 ini PKSBE sudah memasuki usianya yang ke enam belas tahun saat ini. Dilihat dari usia dan cakupan program kegiatannya, PKSBE patut membuat evaluasi kelembagaan dan personalianya, sehingga secara bertahap mampu memperjelas kedudukannya sebagai pusat kajian yang sepatutnya memberi nilai tambah terhadap fakultas. Begitu juga keterlibatannya dalam beberapa kegiatan akademik, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang selama ini kurang terjamah mulai berkembang. Ini antara lain tampak dari serangkaian perogramnya seperti penelitian dan kerja sama internasional, peluncuran/ bedah buku dan penerbitan jurnal ilmiah fakultas yang sejauh ini belum pernah ada. Tidak kurang pentingnya ialah memberi kesempatan secara berkala kepada staf pengajar muda yang potensial untuk ikut bergabung dengan Pusat Kajian. Mereka datang dan pergi sesuai dengan irama kerja masing-masing. Paling tidak sebagian dari staf pengajar yang bermutu pernah “singgah” dan menjadikan Pusat kajian sebagai terminal dalam karier mereka ke depan.

 

Dalam memasuki usia ’remaja’ jolong gadang, yakni dalam usianya yang ke enam belas tahun, PKSBE telah melewati beberapa beberapa fase yang mengatarkannya ke kondisi yang sekarang: (i) fase embriyonik; (ii) fase konsolidasi kelembagaan dan program; (iii) fase (iii) penguatan kelembagaan dan pengambangan programnya. Pada fase pertama, sebuah perkantoran dengan fasilitas minimal sudah disediakan oleh fakultas, tetapi setelah itu PKSBE secara bertahap harus mampu mandiri dengan cara membiayai dirinya sendiri, di samping tetap mengharapkan dukungan dari fakultas. Sejalan dengan itu, dalam rangka upaya pembenahan ke dalam, PKSBE masih merasa perlu lebih megembangkan jejaring dengan pelbagai institusi di luar kampus, mengundang pakar yang siap bergabung atau bekerja sama dalam program-program tertentu, sehingga pusat kajian ini mampu berprestasi menegakkan citra dan reputasinya sebagai lembaga pendamping fakultas dalam mendorong dinamika Tridharma PT di fakultas, sehingga makin dikenal luas, baik regional maupun nasional dan internasional. 

 

Dalam agenda besar RAKER tahun 2010 ini, pengurus PKSBE mendambakan agar menghasilkan suatu evaluasi kritis dan total terhadap kelemahan-kelemahan yang ada selama ini, demi perbaikan dan kejayaan Pusat Kajian, yang tak lain adalah juga bagian dari kejayaan fakultas ke depan. Usia PKSBE yang masih muda dan sedang melangkah ke usia dewasa membayangkan bahwa PKSBE akan terus melangkah ke masa depan yang lebih baik sejalan dengan idealisme para pendiri dan pengurusnya yang berkesinambungan dengan generasi berikutnya.